Kamis, 11 Maret 2010

PEMBUATAN DAN PENDISTRIBUSIAN OBAT SEBAIKNYA BUKAN UNTUK BISNIS

Salah satu masalah kesehatan yang dari dulu hingga sekarang belum terdapat penyelesaiaannya adalah masalah obat. Masalah obat tersebut berkaitan dengan pembuatan dan pendistribusian obat yang digunakan untuk bisnis. Mengingat pentingnya obat sebagai penyembuh penyakit secara medical dan rasional, maka obat menjadi konsumsi penting bagi orang yang sakit agar menjadi sembuh. Harga obat bervariasi dari yang murah hingga yang mahal tergantung jenis dan kegunaan obat tersebut. Obat flu, batuk biasa, dan penyakit ringan lainnya masih terkesan murah dipasaran, tetapi dengan sedikit permainan pasar harga obat tersebut bisa menjadi mahal. Apalagi obat yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit berat seperti penyakit jantung, paru-paru, dan lain sebagainya maka harganya akan mahal apalagi bagi orang yang tidak memiliki asuransi kesehatan sehingga menannggung sendiri biaya pembelian obat. Berikut ini beberapa maslah mengenai obat yang dijadikan barang bisnis.

Pembayaran biaya obat di Rumah Sakit terkesan mahal karena pasien membayar hal-hal lain yang seharusnya tidak perlu untuk dibayar. Biaya obat tersebut terkesan mahal karena pembebanan biaya-biaya lain yang dimasukkan ke dalam anggaran obat. Biaya tersebut antara lain biaya untuk promosi obat, biaya yang diberikan kepada dokter, biaya perawatan fasilitas-fasilitas pendukung di rumah sakit seperti taman dan ruang pendukung lainnya yang sedikit biayanya dibebankan kepada obat. Dengan penambahan biaya-biaya tersebut diatas maka harga obat bisa melambung tinggi. 

 Kedua, Pihak provider bekerja sama dengan perusahaan obat tertentu agar obat yang diproduksinya laris dan pihak provider mendapatkan sebagian keuntungan dari hasil penjualan obat tersebut. Misalnya pihak provider dalam kasus ini adalah dokter. Dalam etika kedokteran memang hal tersebut dilarang, tetapi hal tersebut bisa saja dilakukan agar perusahaan obat dan provider sama-sama menerima keuntungan. Keadaan ini ditambah lagi dengan adanya asimetri informasi antara pasien yang berkunjng dang berobat ke dokter sehingga pihak pasien yang cenderung ketergantungan kepada provider. Pasien disuruh membeli obat apa saja pasti akan dilakukan demi kesembuhan pasien. Keadaan seperti ini sama halnya dengan menyamakan kesehatan sebagai sector bisnis tetapi bukan human right.

 Ketiga, Produksi obat generic semakin dibatasi pembuatannya. Pembuatan obat pasti membutuhkan biaya produksi untuk pembuatannya, tetapi bila harga penjualan obat lebih rendah daripada biaya pembuatannya maka tentu saja perusahaan tersebut akan menderita kerugian. Begitu juga masalah yang terdapat dalam obat generic. Produksi obat generic akan mengalami kerugian bila beredar terlalu banyak. Sehingga cara yang dilakukan adalah membatasi pembuatan obat generic dan membiarkan obat-obat bermerk dan mahal beredar banyak dipasaran. Tentu kondisi seperti ini akan membuat masyarakat Indonesia menjadi lebih miskin hanya karena membeli obat mahal dipasaran yang sebenarnya penyakitnya dapat disembuhkan dengan obat generic yang jauh lebih murah harganya.

 Keempat, Pendistribusian obat kepada masyarkat melalui jalur Multi Level Marketing (MLM). Keadaan ini terdapat pada masyarakat yang mengonsumsi berbagai jenis suplemen dan obat kuat lainnya. Harga obat ini bila dijual biasa dengan melalui proses MLM akan menjadi jauh lebih mahal. Harga yang dijual melalui MLM bisa menjadi 3 kali lipat dari harga biasa karena penganggarannya digunakan untuk pemberian keuntungan kepada jaringan atau orang yang berada diatasnya sehingga keuntungannya jatuh pada jaringan diatasanya tetapi terdapat rasa sesak terhadap pembeli obat tersebut karena harga obat yang menjadi mahal.
   
Sebaiknya biaya obat dapat lebih ditekan. Hal tersebut sebaiknya dilakukan mengingat kepentingan social dan demi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Perusahaan asuransi memiliki peran penting untuk menekan pembiayaan obat bagi rakyat Indonesia. Sehingga peran perusahaan asuransi sebaiknya lebih ditingkatkan. Selain itu Jamkesmas yang berupa asuransi diberikan kepada masyarakat miskin sebaiknya anggarannya ditingkatkan. Pemerintah dalam hal ini sebaiknya dapat lebih membantu dalam penekanan pembiayaan obat. Misalnya saja penambahan anggaran untuk pembiayaan pembuatan obat generic agar obat jenis ini dapat beredar luas dipasaran. Semua itu dilakukan agar masyarakat Indonesia yang sakit dapat membeli obat dengan harga yang tidak melambung tinggi dan derajat kesehatan masyarakat Indonesia akan meningkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar